Cikal Bakal Dusun Banjaran

Sejarah Dusun Banjaran

Selamat Datang
Kata "Banjaran" berasal dari kata “Banjar” yang berati “Kota” atau wilayah yang ber banjar-banjar,dan Banjaran sendiri konon ceritanya sebagai cikal bakal Desa Kuripan ,yang sekarang sebagai ibu kota dusun,dan kata tersebut berasal dari bahasa Jawa kuno,yang menunjukkan bahwa nama ini terbentuk jauh sebelum Indonesia merdeka dan menjadi negara berdaulat.

Adapun pendiri dusun banjaran adalah para Ulama yang tersohor,yaitu Kyai Banjaran,Kyai Nolo,Kyai Tambak Kori serta Raden Ajeng Agus Rafiah,Ke empat tokoh/ulama tersebutrlah yang kemudian sebagai pendiri dan sesepuh Dusun Banjaran,setelah ke empatnya wafat kemudian mereka dimakamkan di pemakaman Syeih Kyai Banjaran,yang sampai saat ini makam tersebut masih ramai di ziarahi,oleh masyarakat yang datang dari segala penjuru,terutama pada bulan Sadran dan bulan Syuro’.

Sejak tahun 1930-an hingga 2012,Banjaran di pimpin oleh 8 kepala dusun (Kadus):
  •  Mbah Bau Lothes tahun (1938-1944)
  •  Mbah Bau Atmo Diwiryo tahun (1945-1955)
  • Mbah Bau Siswo Miharjo tahun (1956-1966)
  •  Mbah Bau Sastro Siswoyo tahun (1967-1975)
  •  Mbah Bau Siswandi tahun (1976-1996)

kadus_banjaran_watumalang
Kadus ke VII
Dan pada awal-awal Reformasi tepatnya tahun 1998 di lanjutkan oleh:
  • Bp Kadus Karso raharjo  (Pjs tahun 1997)
  • Bp Kadus Edy Partomo,tahun  (1998-2000)
  • Bp Kadus Sudarno,dan pada tahun (2001-2004)
  • Bp Kadus Winardi S.Sos.I,tahun  (2004-sekarang) 
Hingga saat ini warga Dusun Banjaran,selalu hidup Rukun dan saling menghormati satu dengan yang lainya,dan mudah mudahan Banjaran menjadi dusun yang Subur Makmur,Gemah Ripah Loh Jinawi.Toto Titi Tentrem Karto Raharjo, Baldatun Toyyibatun warobbun ghofur,Amiiin….



READ MORE - Cikal Bakal Dusun Banjaran

Aspek Budaya Jawa Tradisional

Aspek Budaya 
Banjaran memiliki sekitar 10 kelompok jenis kesenian dan warisan budaya yang berkembang selama bertahun tahun, hal ini dipengaruhi oleh kebudayaan hindia Belanda, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. 

Contohnya tarian Jawa yang meliputi ; seni tari Tayub,Lengger,Kuda Kepang/Kuda Lumping,kemudian jenis tari yang mengolah kanuragan seprti,Blado,Jurus,Gambus,Ruded serta tidak ketinggalan tari Angguk (Kilun-Kilun) yang masih sangat kental dengan khas Belandanya.

Dan masih banyak lagi tarian tradisional lainya yang memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti wayang kulit dan Kethoprak, bahkan Banjaran sendiri dulu memiliki grup kethoprak yang sangat kondang pada jamanya,yang ketika itu di bina dan di asuh oleh Almarhum Mbah sumarto,seorang pujangga seni yang begitu tersohor di wilayahnya.


Demikian halnya wayang kulit yang ada kala itu juga sempat mencapai puncak kejayaanya, yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda.Dan masih banyak lagi seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya ,grup Sholawat Jawa.

Aspek Olahraga
Olahraga yang paling populer di dusun Banjaran adalah bulu tangkis dan sepak bola Serta catur; Liga Banjaran adalah liga sepak bola Rt/Rw  didusun Banjaran,yang digeler setiap bulan Agustus di setiap tahunya.

Di bidang olah raga catur ,pecatur-pecatur handal warga Banjaran banyak yang berprestasi,baik ditingkat Kecamatan hingga Propinsi.Pencak silat adalah seni bela diri yang unik yang juga dimiliki oleh warga Banjaran,diantaranya yang sudah kami sebut di atas tadi seperti,Ruded,Blado,Jurus dll. 

Seni bela diri ini kadang-kadang ditampilkan pada acara-acara penting dusun semisal Tasyakuran dusun dan Mardi dusun yang selalu di gelar setiap dua tahun sekali.

Pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional Indonesia berupa gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya

Aspek Musik

Alat musik tradisional yang merupakan alat musik khas Banjaran memiliki banyak ragam dari pelbagai daerah di Indonesia, Alat musik tradisional Indonesia  yang ada di Banjaran antara lain meliputi:

  • Angklung
  • Bende
  • Calung
  • Gamelan
  • Suling
  • Gong Lambus
  • Jidor
  • Kecapi Suling
  • Kendang Jawa
  • Kenong
  • Kulintang
  • Rebab
  • Rebana
























       
READ MORE - Aspek Budaya Jawa Tradisional

Sekilas Pandang Banjaran Permai

Gerbang Masuk Dusun

Demografi

Banjaran adalah salah satu Kota kecil yang masuk wilayah Kuripan terletak di kecamatan Watumalang, kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia.Desa kuripan terdiri dari 6 dusun,Terdiri dari: Banjaran ,Sigaok,Kuripan,Bedali,Temanggung,Lenggerang, (Dusun dalam bahasa setempat juga disebut dukuh)
Kuripan terdiri dari 12 RW (Rukun Warga) dan 55 RT (Rukun Tetangga),dusun Banjaran sendiri terbagi dalam 2 RW yaitu RW 11 dan RW 12,RW 11 terdiri dari 4 RT dan RW 12 terdiri dari 5 RT.

Dusun Banjaran Adalah Dusun yang setrategis Berjarak 8 km dari Kota Kabupaten dah 3 km sebelum kecamatan watumalang.Sekitar 150 kepala keluarga mendiami Dusun Banjaran.
Dengan penghasilan utama Warganya Sangat bervariasi dari PNS,TNI,Polri,Pedagang,Peternak.

Peternakan Milik Warga

Dan sebagian lagi Petani.Walaupun sedikit warga yang Bertani Namun cara bertaninya sudah profesional,adapun varietas pertanian warga penduduk dusun Banjaran selain Salak pondoh banjaran juga sebagai penghasil centra kopi coklat (kakao) serta tanaman Tahunan Albasia.

Varietas Unggulan Petani Salak pondoh

Dusun Banjaran dusun yang setrategis panoramannya indah, masyarakatnya damai dan sejahtera,dalam kehidupan sehari hari masyarakat dusun banjaran masih sangat mengedepankan etika baik dalam kehidupan rukun tetangga maupun rukun warga.Etika bagi warga dusun Banjaran sangatlah penting, yang muda menghormati yang tua,yang tuapun menyayangi yang muda.kami ketengahkan tetembangan jawa sbb:

Padha gulangen ing kalbu
Ing sasmita amrih lantip
Aja pijer mangan nendra
Kaprawiran den kaesthi
Pesunen sariranira
Sudanen dhahar lan guling

Satu bait diatas adalah salah satu lagu atau tetembangan macapat Kinanthi, salah satu kebudayaan jawa,orang jawa sangat menyukai tembang itu, karena berisi nasehat dan petuah.

Dan bagi penulis sendiri,menjadi orang jawa, dilahirkan dalam keadaan sebagai orang jawa dan juga berada dilingkungan jawa yang menjunjung tinggi nilai dan adat jawa itu adalah sebuah anugerah sendiri. Betapa tidak, dalam kamus orang jawa, nilai – nilai, norma – norma, telah menjadi hukum adat yang menjadi kebiasaan bagi masyarakatnya.

Hal inilah yang penulis dapatkan dalam kehidupan,sebagai orang jawa semenjak dulu, misalnya pelajaran tentang tata krama, atau sopan santun. Dalam kamus orang jawa, tata krama bergaul, sopan santun dalam sikap sangat dijunjung tinggi dan menjadi satu kebiasaan pergaulan.

Yang penulis ingat adalah hal tentang tindak tanduk, yakni pengajaran tentang tatakrama itu sendiri, yang muda menghormati yang tua, yang tua menyayangi yang muda, atau bagi sebuah keluarga, yang muda mikul dhuwur mendhem jero keluarganya, atau pengajaran tentang budi pekerti, tatakrama dalam bergaul dengan sesama, dan seterusnya.

Kebetulan penulis pribadi lahir dan dibesarkan dalam keluarga Jawa tulen, jadi ya sedikit banyak tahu tentang kehidupan orang jawa, bagaimana mereka memegang teguh konsep persatuan dan kesatuan, juga bagaimana mereka menjunjung tinggi norma hidup dalam kehidupan mereka,kebanyakan dari orang tua kita sangat lihai dalam hal bahasa jawa dan tetembangan. Terkhusus bapak dari penulis, karena beliau juga akhirnya saya sedikit banyak tahu tentang semua hal terkait kejawen, baik itu bahasa, tetembangan,  pewayangan, titi mangsa, dan sebagainya.

Dulu waktu SD, penulis sangat hafal tentang dunia pewayangan, misalnya kalau yang disukai itu tokoh pewayangan Arjuna, dia adalah anak ketiga dari keluarga Pandawa, yang berasal dari Madukara, dan juga dia adalah lelananging jagad, artinya orang tertampan di dikeluarga pandhawa (ehm).

Bahkan saking senengnya dunia pewayangan,penulis sering membuat wayang dari bahan kardus, atau juga sering melantunkan tetembangan macapat, misal yang penulis sukai itu tembang Dandhanggula, atau pucung. Juga dalam dunia grammar Jawi, keluarga kami dirumah sangat komitmen untuk menerapkan hal itu, dilatih untuk menghormati yang tua dengan bahasa krama inggil yang baik, sehingga sampai sekarang pun sudah menjadi kebiasaan kalau anak-anak menggunakan bahasa jawa krama inggil untuk bercakap dengan orang tua.

Kalau berbicara masalah persatuan dan kesatuan, masyarakat jawa ternyata sangat menjunjung tinggi nilai ini, setidaknya ini berlaku untuk mereka dalam pengamatan kami secara pribadi ketika bergaul dengan msayarakat didesa kami.

Misalnya ketika ada satu keluarga yang sedang mempunyai hajat, para tetangga juga ikut membantu suksesnya acara itu, acara nikahan atau sunatan, atau acara membuat rumah misalnya. Atau kalau ada meomentum menjelang puasa seperi,nyadran, ada tradisi bersih desa, yang biasanya kerja bakti bersama membersihkan jalanan utama desa atau kampung.

Inilah kelebihan dari kebudayaan jawa, yang alhamdulillah kami sangat bersyukur menjadi bagian dari budaya jawa itu sendiri. Tetapi yang menjadi satu problematika mendasar yang terjadi saat ini adalah, bahwa orang jawa, atau sebagian diantara kita kehilangan identitas jawanya.

Kehilangan karakter budaya jawa, bahkan terkesan semakin jauh meninggalkan idealismenya sebagai pewaris budaya jawa. Dalam salah satu bait di tembang macapat mengajarkan banyak hal tentang nasihat untuk berbuat kebaikan, tentang petuah untuk menjauhi angkara murka, perintah untuk mengedepankan ilmu itu sendiri, tetapi kondisi yang terjadi saat ini, banyak orang jawa tapi tidak njawani. Seakan – akan budaya jawa itu hanya simbol pemanis belaka, tanpa menginternalisasi dalam segala tindakan mereka.

Contoh lain betapa ternyata masyarakat jawa kembali kehilangan identitasnya adalah para generasi mudanya, ini yang kami alami langsung ketika berinteraksi dengan teman – teman.

Betapa mereka lebih mementingkan aspek ‘hafalan’ jawa daripada ‘memahami’ jawa. Mereka begitu jago ketika berkoar – koar tentang jawa, baik tetembangan, bahasa, pewayangan, dan sebagianya. Tetapi ketika berbicara masalah keteladanan sikap, anggah – ungguh, sopan santun, menghargai sesama, seperti yang diajarkan dalam budaya jawa, sedikit sekali, bahkan tidak ada samasekali. Inilah sebenarnya satu hal yang memprihatinkan bagi kami.

Mulut mereka jawa tetapi jiwa mereka tidak. Dan ini satu hal yang menurut kami, kalau tidak segera diantisipasi, akan berakibat fatal bagi eksistensi kebudayaan dan adat Jawa. Budaya dan adat jawa semakin tergerus sendiri oleh mereka yang mengaku jawa, tapi tidak njawani.

Apresiasi yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Bpk.Gubernur Jawa Tengah saat ini, yang menjadikan Jurusan bahasa Jawa menjadi jurusan yang prospektif, tetapi alangkah baiknya, seharusnya yang kemudian diperbaiki dari menurunnya identitas jawa kita adalah masalah karakter jawa.

Menginternalisasikan Konsepsi keluhuran budaya jawa inilah yang seharusnya menjadi kepedulian semua pihak, mengembalikan keluhuran budaya jawa ke  khittah nya semula. Sehingga kalau kemudian kita berbicara tentang keluhuran jawa, itu tak hanya tercermin di mulut kita, dalam semua hal, sikap, budi pekerti, semuanya adalah berbicara tentang kemuliaan jawa.

Tidak adigang, adigung, adiguna. Inilah pekerjaan rumah kita bersama, sebagai orang jawa yang njawani.
Oleh karena itu, hingga saat ini masyarakat dusun Banjaran selalu bertutur dalam bahasa daerah sebagai bahasa ibu ( bahasa jawa halus ), namun bahasa resmi yaitu bahasa Indonesia, Banjaran sangat santun dalam bertutur dengan menggunakan bahasa jawa halus ( kromo inggil ), Karena hal tersebut di ajarkan oleh para sesepuh dusun baik melalui pertemuan pertemuan remaja maupun kumpulan RT/RW. 

Karena para sesepuh dusun tadi sangat memahami dan mengusai Bahasa bahasa kawi, bahkan sampai saat ini dusun banjaran memiliki MC kondang dengan Bahasa Kawinya yang notabene Beliau merupakan lulusan permadani terbaik tahun 2010 

Secuil Tentang Pendidikan

Masyarakat Banjaran sendiri sangat peduli dengan dunia pendidikan, ini terlihat dari minimal rata rata warga dusun banjaran  berkelulusan lanjutan tingkat atas dan Sarjana,sampai saat ini ada 105 lulusan tingkat SLTA dan 41 Lulusan Perguruan tinggi.

Menurut sensus penduduk 2011,Banjaran memiliki populasi sekitar 452 jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2020 berpenduduk 750 jiwa,Sekitar 150 jiwa (lebih dari 30%) warganya tinggal di sepanjang pinggiran jalan raya Wonosobo-Watumalang,yaitu satu satunya jalan raya yang merupakan Akses utama menuju ke ibu kota Kabupaten .Sekaligus menuju ke ibu kota Kecamatan.

Sebagian besar warganya adalah suku Jawa,walaupun tidak sedikit yang menikah dengan suku lain yang ada di Indonesia,seperti suku Sunda, Minangkabau Madura dan suku Batak.Bahkan ada juga warga yang menikah dengan Luar Negeri seperti, Arab Saudi,Singapura dan Malaysia,hanya saja yang lebih dominan dan lebih spesifik,adalah suku JAWA.
Aspek Agama

Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 99,9% warga Banjaran,sisanya mmemeluk agama lain,namun demikian,warga Banjaran tetap hidup rukun ,hormat menghormati, dan hidup bermasyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi.

Pesatnya perubahan era globalisasi, canggihnya teknologi komunikasi juga pertumbuhan yang pesat berdampak positif dan negatif, berpengaruh pada perubahan nilai dan tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan terutama dibidang mental spiritual dan akhlak. Untuk mengantisipasi dan sebagai jawaban terhadap tantangan itu dibutuhkan sarana peribadatan dalam hal ini sebuah MASJID guna membentuk mental spiritual dan akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam.


Hal ini seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk khususnya di wilayah Dusun Banjaran Desa Kuripan Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo cukup signifikan, sudah tentu membutuhkan sarana untuk kegiatan sosial dan sarana peribadatan (MASJID) untuk pembinaan dan pendidikan mental spiritual dan akhlak juga kegiatan lainnya yang bernafaskan Islam.
 
Perlu diketahui selama ini warga Dusun Banjaran dalam melaksanakan ibadahnya, dilakukan dirumah masing-masing karena Masjid sedang dalam renovasi. Kebutuhan akan adanya MASJID sangat dirasakan terutama pada bulan Ramadhan. 

Untuk bisa shalat Tarawih dan shalat lainnya secara berjamaah warga terpaksa memasang tenda di halaman Masjid untuk dijadikan tempat shalat agar bisa berjama’ah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, kondisi yang sedemikian rupa dan didorong rasa tanggung jawab terhadap syi’ar Islam dan Ummat, timbul niat, tekad dan keinginan yang kuat untuk membangun Masjid yang representatif sebagaimana didambakan dan dibutuhkan oleh seluruh warga Masyarakat Dusun Banjaran.

Di dorong oleh hal tersebut maka seluruh warga Banjaran,dengan semangat toleransi,hidup rukun,gotong royong dan keinginan yang tinggi maka akan segera mewujudkan bangunan trsebut dengan Swadaya Masyarakat,namun demikian kami juga tidak menutup diri untuk menerima bantuan dari pihak lain.Dan kami mengajak kepada para Dermawan/Dermawati,untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (Fastabikul Khoirot).

 

Sehubungan dengan firman Allah yang berbunyi “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dangan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh 100 biji,. Allah melipatgandakan bagi siapa yang dikehendaki. Dan Allah maha luas lagi maha mengetahui” (Qs Albaqarah 261),

kami mengajak Bapak, Ibu dan saudara untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan MASJID “AL FALAH” dengan menyisihkan sebagian rezekinya baik dalam bentuk zakat, infaq atau shodaqoh sebagai investasi akhirat.

Penyaluran bantuan dapat dilakukan melalui Panitia Pembangunan MASJID AL FALAH atau menghubungi nomor telepon 081327079419 Insya Allah, dengan doa restu dan bantuan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kami yakin rencana pembangunan MASJID “AL FALAH” segera terwujud. Partisipasi dan bantuan Bapak, Ibu dan Saudara, semoga menjadi amal shaleh disisi Allah SWT dan mendapat pahala yang berlipat ganda, dan dimudahkan segala urusannya serta diberkahi, amien ya robbal ‘alamin.

“Tidak akan pernah berkurang sedikitpun harta yang disedekahkan, kecuali ia bertambah.... bertambah ... bertambah .....” (HR : At Tirmidzi)

“Barang siapa yang memberi pinjaman kepada Allah, dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan balasannya dan baginya pahala yang mulia” (QS. Al Hadiid : 11)

“Kamu akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai” (QS. Ali Imron : 92)

“Dan Allah senantiasa memberi pertolongan kepada hambanya selama ia menolong saudaranya” (HR. Muslim)

“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipat gandakan ganti kepadamu dengan banyak dan Allah melapangkan rejeki-mu” (QS. Al Baqarah : 245)


Semangat gotong royong warga


   Pembiayaan
Kegiatan rehab MASJID ini diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp. 458.115.000 (Empat ratus lima puluh delapan juta seratus lima belas ribu rupiah) sedangkan yang telah dilaksanakan pada tahap ke I, dengan biaya swadaya murni masyarakat  telah menghabiskan dana Rp. 110.000.000,- (Seratus Sepuluh Juta Rupiah) sedangkan kekurangannya yang akan dilaksanakan pada tahap ke II adalah Rp 348.115.000 (Tiga ratus empat puluh delapan juta seratus lima belas ribu rupiah). 
Kegiatan pembangunan MASJID AL FALAH dilaksanakan oleh panitia yang dibentuk bersama oleh warga masyarakat, Perangkat Desa dan ta’mir Masjid.
           Besar harapan kami bagi semua pihak yang berkenan membantu untuk mensukseskan kegiatan tersebut. Atas dukungan do’a restu dan bantuan material diucapkan banyak terima kasih.

Pembangunan Masjid Tahap ke I


READ MORE - Sekilas Pandang Banjaran Permai